Apa yang Hilang dari Diri Kita di tengah Kemajuan Teknologi?

A

Masa kecil yang bahagia cukup memberikan kesan mendalam ketika dewasa. Apa yang aku rindukan?

Ya, aku merindukan ayah pulang dari mengajar, lalu pulang bawa sesuatu, sesenang itu.

Terus main bareng dengan teman-teman dari waktu ashar hingga magrib, sampe lupa waktu, pokoknya tentang bermain, bermain, dan bermain.

Hingga dewasa, tumbuh besar, tanggung jawab bukan lagi sekadar kata, tapi juga termanifestasi pada kehidupan sehari-hari.

Di balik kemudahan akses informasi yang kita miliki, aku menyadari hal yang hilang dari diriku, hingga aku menyadari hal ini lagi.

Apa itu?

Ya, merasa gembira, senang, dengan sesuatu yang sederhana.

Kenapa kok sekarang nggak terasa lagi?

Ya, karena ada banyak informasi yang membuat kita membandingkan—tanpa kita sadari.

Uang Rp10.000,- yang aku anggap biasa, bagi mereka yang sulit mendapatkannya akan terasa sekali.

Ternyata dibalik kemudahan akses dan informasi yang kita dapatkan saat ini, ada hal yang perlahan menggerus perhatian kita.

Maka dari itu, sekarang kalau ada ide nulis apa, aku langsung nulis aja, sebagai bentuk bergembira dengan hal yang sederhana.

Bahkan di luar sana ada orang yang bergelimang harta tapi stres, tidak menikmati hartanya, hehehe…

Aku sendiri pernah merasakan demikian, ketika mencapai tabungan sekian, aku merasa takut uang itu hilang, padahal ya, ngapain juga merasa takut, iya?

Atau aku merasa nggak enak atau nggak nyaman beli sesuatu yang nilainya belum pernah aku capai, terus aku lihat orang yang tak seberuntung aku.

Aku merasa bersalah.

Padahal ini adalah sabotase diri, diri kita terlalu berlebihan melakukan empati, merasa tidak layak dengan pencapaian yang telah diraih.

Padahal ketika kita merayakan sekecil apa pun pencapaian atau hal yang menakjubkan atau hal yang membuat kita tersenyum, itu sah-sah saja.

Seperti tulisanku jadi rujukan Google untuk profil Dr. Ibrahim Elfiky, penulis favortiku, penulis yang menyuburkan taman pikiranku.

Sekarang ini kita terlalu banyak menganut opini-opini orang lain yang nyantol dalam benak kita, yang kita sendiri nggak tahu dari mana opini tersebut, sehingga kita jadi kurang merayakan hal sederhana itu, tidak merasa gembira atas apa yang kita terima.

Kalau kata Brianna West dalam The Mountain is You, “orang kaya tidak merasa bersalah dengan apa yang mereka miliki.”

Inilah kenapa mental kaya dulu, keadaan luar atau materi akan mengikuti.

Mari mulai hari ini kita merayakan hal sekecil apa pun yang kita dapatkan, raih, atau pun terima.

Karena kita layak mendapatkan rasa itu, rasa yang selama ini mulai memudar.

Dan nggak melulu posting di socmed, sekadar menyampaikan kepada orang terdekat, sudah bagian dari merayakan hal kecil tersebut.

Ya, celebrate the day!

About the author

Dwi Andika Pratama

Founder ImpactfulWriting.com | Professional Impactful Writer | Mentor at CertifiedImpactfulWriter.com

Add comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Penulis Blog Ini

Dwi Andika Pratama sapaan akrabnya Kadika. blogger sejak 2012. Menjuarai lebih dari 10x Kompetisi Blog. Penikmat Buku Pengembangan Diri dan Marketing. selengkapnya…

Paling Dicari

Kategori

Part of BloggerHub.id

I’M Certified Impactful Writer

I'M Certified Impactful Writer Certified Impactful Writer

Discover more from Dwi Andika Pratama

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading