Sudah lumayan lama saya belajar NLP, sekitar 3 tahunan. Dan itu saya dapatkan secara bertahap. Dari cara bagaimana kita berkomunikasi sesuai sistem representasi internalnya. Sampai sekarang alhamdulillah bisa terapi diri sendiri dan oranglain.
Setelah belajar dari sana sini. Ketemulah esensi dari NLP tersebut. Itu membuat saya semakin giat untuk belajar NLP. Nah, saya baru sadar ternyata Ayah saya Master Practitioners. Kenapa demikian? Apa yang selama ini dia sampaikan kepada kami (saya dan kakak) hasil dari pengalamannya.
Mungkin di dalam tataran vibrasi terjadi singkronisasi. Antara pengalaman ayah saya dengan pengetahuan yang saya pelajari. Ayah suka sekali masak, begitu juga ibu saya dia juga pandai sekali masak. Ketika itu ayah memasak yang keliatannyakurang enak. Dan sayang langsung mengatakan “ah gak enak itu mah” dan ayah langsung berkata “jangan bilang gak enak dulu. Sebelum cobain. Kalau gak enak, nanti beneran gak enak loh” sambung lagi “Soalnya ketika itu bapak dtawarin jeruk limau, dan ketika ditawari sudah diiming iming manis. Pas bapak coba ternyata rasa jeruk limaunya berbeda dari sebelumnya. Karena bapak bilang “jeruk ini enak dan manis””.
Padahal secara teori saya tahu, ini yang namanya Distorsi. Memutuskan sebelum memutuskan. “Oh iyah, juga ya, kalau saya bilang gak enak, makanan itu akan gak enak”. Gumam hati saya. Akhirnya saya sadar, peraktek saya mesti ditingkatkan lagi dan Kesadarannya juga. 😀
Jadi sebenarnya NLP itu nyata adanya. Hanya karena istilah istilahnya saja yang tidak mudah untuk dipahami bagi orang awam. Mesti beberapa kali belajar, baru paham. Isi cerita ini hanya salah satu cerita dari penerapan NLP dari ayah saya. Hehe.[]