Beberapa bulan yang lalu aku memutuskan untuk tes bakat dengan tools Talents Mapping, ini adalah tes ke-4 yang pernah aku lakukan. Sebelumnya ada 4 Tempramen, STIFIn, dan MBTI.
Mengejutkan ternyata nomor 1 di antara 34 bakat yang Talents Mapping hadirkan, yakni Maximizer, alias perfeksionis.
Jadi flashback ketika kecil masih SD, sedang di angkot bersama mamah, ketika itu posisi jam tangan tidak sesuai atau tidak lurus dengan jari manis. Sampe keringet dingin buat dilurusin dengan jari manis, astagaaaa. Wkwkwk.
Menulis blogpost ini juga bagian dari menaklukan atau menguasai diri sendiri, perfeksionis itu penting ketika melakukan quality kontrol, tapi tidak berlaku ketika kita memulainya.
“Bagaimana mengatasi sikap perfeksionis, Kadika?”
Salah satu obat penawar dari sikap perfeksionis adalah sikap spontan, yang sebenarnya sudah aku lakukan sebelum-sebelumnya, termasuk menulis blogpost ini.
Alih-alih memikirkan alurnya, lebih baik langsung dituangkan ke dalam tulisan, padahal lagi baca buku baru, yang judulnya The Entrepreneur Brain, isinya menarik, tapi nanti saja deh ceritanya, kan masih baruuu. Wkwk.
Jadi, kapan kita bisa memanfaatkan sikap perfeksionis?
Ya, ketika sudah selesai melakukan sesuatu, bukan ketika memulai atau sedang memulai.
Kadika