“yang berkualitas akan menarik yang berkualitas juga.” ~ Bukan Pepatah, Tapi Frasa Umum
Pernah mendengar ungkapan tersebut?
Pasti pernah, sih, tapi nggak banyak orang yang menyadari kalau untuk bisa masuk sirkel berkualitas, diri kitanya dulu yang mesti berkualitas.
“lho, kok begitu, sih, Kadika?”
Ya, nggak akan ada ujug-ujug orang berkualitas mau nolong orang yang bermental korban, seriusan, nggak akan mau mereka nolong orang yang bermental korban.
Mau tahu kenapa?
Teruslah membaca, sebentar lagi kamu bakalan tahu apa sebenarnya cara masuk sirkel atau menarik sirkel yang berkualitas.
Berhenti Menjadi Korban
“untuk berlimpah Anda perlu beranjak dari victim stage ke abundance stage.” ~ Dr. Joe Vitale
Kemarin lusa ketika membaca pesan broadcast yang dikirimkan rutin oleh Ustadz Andre Raditya dalam rangka kajian kamis, yang memicu orang untuk beramal berbagi naSI JUM’at.
Judul tema kali ini adalah, 3 kebiasaan yang membuat rezeki sulit. Nah, salah satunya adalah jangan merasa pantas untuk dibantu.
Ketika membaca bagian itu seketika tertegun, “ini nih penjelasan mental korban yang sederhana.”
Karena mental korban itu nggak berdaya, berharap bantuan dari orang lain, seolah ada hero akan menyelamatkannya.
Kebanyakan nonton uang kaget kali, ya, berharap ada mister duit datang buat ngasih duit terus suruh belanja, hahahaha…
Jadi waspadai diri kita ketika masih memiliki, “gue kan punya keterbatasan, layaklah dibantu.”
Yang lebih parah lagi, kita pernah melihat—lebih tepatnya aku—ada orang yang pinjem duit nggak dikasih, tapi marah banget.
“gue pinjem duit dikit doang nggak bisa, liburan bisa lu.”
Lah, urusannya orang liburan sama nggak mau pinjemin duit, apa?
Kalau mental korban tuh bakal selalu ada alasan untuk membenarkan kondisinya.
Ini juga yang pernah aku alami, ketika ayah meninggal, ada perasaan, “yah, bokap gue meninggal, masa lu nggak ngertiin banget, sih.”
Ya, langsung sadar sikap mengasihani diri sendiri atau berharap orang lain membantu kita adalah mental yang tidak sehat, dan nggak akan bikin kita bertumbuh.
Solusinya?
Berhenti mengasihani diri sendiri, lalu bertanggungjawab atas semua tindakan kita, menerima kondisi, baru ambil keputusan untuk melakukan tindakan.
Jangan Fokus Sama yang Nggak Berkualitas
Sebenarnya males sama orang-orang yang sering komen, “yah, ujung-ujungnya jualan kelas.” Meski bukan di postingan sendiri, cuman gedeg aja, wkwkwk…
Hidup ini nggak terlepas dari menjual, bahkan politisi saja menjual kepentingan dirinya agar bisa dipilih. Hehe, eh, menjual janji.
Terinspirasi dari threads yang ditulis Bang Tira, Tangan Belang, “orang yang suka komen begitu adalah audiens yang nggak berkualitas, tinggalin, lupain aja.” Kira-kira begitu.
Ada benarnya juga, kita bikin sesuatu yang bernilai—value—tapi dianggap kayak begitu—mau beli, wkwk, emang bukan orang Indonesia saja, orang Amerika juga ada.
Buktinya Dr. Joe Vitale pernah berkata, “orang-orang yang seperti itu—memandang sinis sama orang jualan—adalah fix mindset, karena mikirnya kita mengambil keuntungan, padahal sebenarnya sedang membantu mereka.”
Mungkin kamu masih ingat apa yang udah Kadika tulis sebelum, Kenapa Belajar Mesti Berbayar?
Ya, karena itu tanda kesiapan mental dan pemahaman kita.
Karena bermental korban ini, dikasih gratis pun pasti akan ada alasannya, kurang inilah, kurang itulah. Banyak bacot doang. Hmmm…
Bahkan orang orang yang bermental korban, gratisan, dan instan itu akan menganggap yang menjual kelas, ebook, ecourse sombong ketika bertanya di ruang publik tapi nggak dibales.
Ya, berkaca ke diri sendiri ketika tahun 2013 atau 2012, pernah bertanya ke salah satu penulis buku tentang binis di Twitter.
“Mas ****, bisnis yang cocok buat anak SMA apa, ya?”
Nggak dibales sama sekali, parah banget emang, dulu mikirinya, “kok sombong amat, sih.”
Tapi setelah direnungi, kalau dibales atau diikasih tahu bisnisnya, pasti waktu itu aku akan bertanya lagi, “bagaimana mulainya?”
Karena orang-orang bermental korban dan gratisan ini inisiatifnya rendah, dikasih gratis yang senilai ratusan juga akan selalu ada celahnya buat nggak action. Hehehe…
Menjadi Berkualitas Dulu, Baru Masuk Sirkel Kemudian
Masih inget di tahun 2016 awal, ketika itu mulai gencar jadi affiliate marketer, yang sekarang jadi popular banget setelah kejadian Indra Kenz—wah, murah bangeetttt.
Waktu itu tanya ke mastah—sebutan orang yang ahli Internet Marketing—rasanya sebel aja nggak pernah dijawab.
Tapi setelah masuk leaderboard, papan peringkat kontes affiliate, aku masuk 5 besar, yang mana isinya mastah semua.
Setelah aku masuk leaderboard, keberadaanku jadi lebih dianggap, karena ya udah mulai setera dengan mereka.
Jadi, lagi-lagi aku merenung, kenapa para mastah terkadang enggan menjawab pertanyaan newbie—sebutan yang baru mulai di internet marketing.
Ya, ternyata jawabannya terkadang ribet dan panjang, daripada nanti ribetin, mending nggak dijawab.
Karena aku ketika mencapai posisi di mana saat itu aku pernah menanyakan hal itu, dan aku tahu jawabannya.
“oh, ini maksudnya mereka nggak jawab apa yang gue tanyain, ternyata seribet itu, kalau mereka jawab, ya, sama saja kayak private.” Hmmm…
Jadi kalau mau masuk sirkel berkualitas, jadilah berkualitas terlebih dahulu, seperti:
- Berprestasi di bidang yang sedang kamu tekuni.
- Berkarya dengan apa yang kamu bisa.
- Meningkatkan cara berpikir dan pemahaman yang kamu miliki sebelumnya.
- Sering-sering bergaul dengan orang yang lebih sukses dan berkualitas, tapi niatnya bukan pansos, tapi menilik cara berpikirnya.
Jika bermanfaat, tulis insight yang didapat—di kolom komen, untuk mengikat insight agar pemahaman naik bertingkat.
Terima kasih. ☺️
See you on next post! 🔥
NB: Menjadi berkualitas bisa dimulai dengan bisa menulis yang berdampak dan berkualitas.
Keren. Makasih insigthnha
Entah kenapa tulisan jadikan selalu buat introspeksi diri to growth, delivery pesannya ngena dan fresh ⚡