Teman lamaku baru saja pulang dari rumah, tulisan ini adalah hasil diskusi dengan teman lamaku, biar nggak lupa dan kalau ditunda keburu mager. Wkwk.
Jadi kami suka diskusi, nah, malam ini ada diskusi soal ilmu itu mestinya berbayar, biar orang lain itu menghargai apa yang mereka dapatkan,
…bukan sekadar masuk kuping kanan keluar dari kuping kiri, yang artinya nggak ada proses internalisasi. Dan sudah pasti nggak ada impact, wong, nggak diinget sama sekali. Hehe…
Aku setuju dengan statement ini, aku pernah mendapatkan kesadaran ketika melihat harga kelas komunikasi senilai 4 juta.
Aku nggak berkomentar apa-apa, tapi aku bercermin kepada diri sendiri, bahwa boleh jadi pemahamanku belum sampe senilai 4 juta itu,
…karena kalau sudah sampe, uang 4 juta untuk kelas 2 hari tersebut akan terasa murah dan ringan untuk dikeluarkan, bahkan aku perjuangkan untuk ikut kelasnya.
Toh, beli macbook seharga 10 juta ke atas aku fine fine saja, karena sudah tahu dan jelas manfaatnya kalau aku beli. Hehehe.
Jadi aku menyimpulkan:
Bahwa biaya–kemampuan untuk membayar–yang kita keluarkan untuk belajar, berbanding lurus dengan pemahaman yang kita miliki.
Sekarang bayangin saja, seseorang yang awam dapat akses materi yang nilainya 10 juta, ya, ini beneran 10 juta, untuk mengakses informasi itu seseorang perlu membayar 10 juta.
Boleh jadi ilmu itu akan disia-siakan karena kapasitas seseorang itu belum mencapai nilai 10 juta itu.
Lagi pula jangan berharap ikut kelas dengan harga murah atau sesuai kesanggupan, karena jadinya kita kurang menghargai ilmu, kurang happy membelanjakan uangnya.
Ya, beda cerita kalau ada promo, tapi budget kita masih masuk, artinya penyelenggara itu sedang berderma kepada yang ingin belajar.
Bukankah kita happy ketika kapasitas belanja kita naik, terus pemahaman kita bertambah, juga ketika belajar makin naik pemahaman dan kesadaran kita?
Jadi sebenarnya belajar itu membutuhkan biaya, selain itu menolong kita dari sikap bermalas-malasan, kurang menghargai ilmu, juga membuat kita happy ketika membelanjakan uang.
Kata Imam Syafi’i saja untuk memperoleh ilmu, 1 di antara 6 adalah memerlukan biaya untuk belajar.
STOP normalisasi “ilmu itu kan gratis, kenapa mesti berbayar?”, memang kamu siap mempratekkan apa yang disampaikan? Memang sudah siap menerima insight-nya?
Semoga kita senantiasa diberi kemampuan untuk belajar yang berbayar sesuai kapasitas kita dan pemahaman kita, agar apa?
Ya, bertumbuh secara organik, karena itu menyehatkan dan menyenangkan.[]
NB: Butuh Rekomendasi Pelatihan Content Writer? Atau mau konsultasi? Ke sini, ya.
Aduh relate banget Kak! Haha
Beberapa kali kedengeran emang sih, “Ngaji kok ditarif?! Gak ikhlas nih!” Wkwkwk
Lah kayaknya ini minim pemahaman bahwa murid harus menghargai guru karena perjuangan beliau mencari ilmu itu gak mudah dan gak murah.
Sama juga kayak problem designer kayaknya ya. “Tolong bikinin desain ini ya. Gini ‘doang’ kok,” katanya. Mending ditraktir es kopi, ini dikasih bayaran 2M malahan. “Makasih Mas” 🤣
At least, tahu diri kalo mau berilmu ya harus berkorban. Biaya, salah satunya 👌🏼
Wkwkwk.
Mudah-mudahan kita senantiasa menghargai ilmu.
Setuju banget dah!
Kalau gak bayar, biasanya jadi sampah di file download aja. Kalau berbayar, ngerasa banget sudah mengorbankan uang. Masa disia-siakan.
Btw. Lama banget saya gak baca blog hehe.