“kok hidup gue gini-gini aja ya? Katanya banyak baca buku bisa menghasilkan perubahan?”
Terdengar familier? Atau pernah terjadi dalam hidupmu?
Kamu mungkin pernah mendengar pembicara publik yang mengungkapkan, setelah membaca buku A, terjadi perubahan. Setelah kita ikuti baca buku A, kok rasanya biasa aja?
“lalu, apa yang salah?”
Boleh jadi perbincangan ini sempat terbesit dalam benak kamu, begitupun aku, tapi sekarang aku punya jawaban dan solusinya.
Penasaran? Teruslah membaca.
Aku harap kamu bisa memetik manfaat dari blogpost ini.
Sudah kusiapkan untukmu, sebuah jawaban atas pertanyaan yang kutulis di judul blogpostku ini.
Mari, ikut denganku.
Apa Motifmu?
“Where focus goes, energy flows” — Tony Robbins
Motif atau motivasi atau alasan kita melakukan sesuatu. Semakin jelas, semakin baik.
Yang terjadi di kebanyakan orang adalah mereka nggak tau apa yang benar-benar diinginkan.
“yah, hidup itu bagaikan air mengalir aja”
Iya, kalau mengalirnya ke laut, kalau ke sekolan? Hehe…
Motif ini yang mengarahkan kita ke tujuan dan sesuatu yang kita ingin dapatkan.
Misal, kita ingin membangun kebiasaan. Ketika membaca buku James Clear yang judulnya Atomic Habits.
Boleh jadi kita langsung merasakan perubahannya. Ketika itu aku merasa dalam diriku nggak konsisten dalam melakukan hal.
Setelah kutahu buku Atomics Habits ini rilis versi bahasa Indonesia-nya, segera kubeli, kubaca, dan kupratekkan.
WOW!
Hasilnya mengesankan, aku benar-benar bisa membentuk kebiasaan.
Nah, itu contoh ketika motif dengan solusi bertemu. Langsung ada perubahan, ketika mengambil tindakan.
Jangan sampe beli buku, ikut seminar dan workshop karena “wah, si itu juga ikut”, “wah, si itu juga baca buku itu”, jangan hanya karena ikut-ikutan aja.
Dampaknya akan frustasi, yang diharapkan apa, yang didapatkan apa.
Kamu mesti memperjelas apa yang kamu inginkan atau masalah apa yang kamu ingin selesaikan.
Buku, seminar, workshop hanyalah alat bantu untuk mempercepat solusi itu hadir. Dan nggak ada jaminan setelah baca buku, ikut seminar dan workshop dapet jawaban.
Kenapa?
Inilah Perubahan Pada Setiap Orang Berbeda-beda
Mungkin kamu sempat membaca testimoni dari para alumni dan pembaca—dari sebuah buku yang hendak kamu beli.
Merasa ingin sekali seperti mereka, tapi kok rasanya ketika ikut dan membacanya, nggak seperti mereka ya?
Mulai timbul menyalahkan, “ah, payah nih nggak berhasil”.
Padahal buku, seminar, dan workshop hanyalah alat kita untuk meraih apa yang kita inginkan atau menyelesaikan masalah yang ingin kita selesaikan.
Ilmu yang kita dapetin dari ketiga hal itu, sepenuhnya tanggung jawab kita, bukan tanggung jawab penulis, pembicara, dan pelatih.
Termasuk kamu mengetahui bagaimana meraih perubahan dari tulisan ini, adalah tanggung jawab kamu, setelah tau, apakah kamu akan menindaklanjutinya?
Jadi, apa sebabnya belum ada perubahan?
Nah, ini yang menarik, ternyata sebabnya ada di perbedaan belief, latar belakang, pemahaman, dan motiflah yang membedakan hasil dari seseorang mengikuti workshop dan seminar.
Bukan aku yang mengatakan itu, tapi Joe Vitale dalam Expect Miracles.
Joe berkata kenapa banyak orang belum ada perubahan juga, ya salah satunya beliefnya belum selaras dengan pemberi materi itu.
Misal, aku punya belief, kalau mau mudah jualan di digital, mesti membangun unique story dan lebih menjual dari pengalaman pribadi.
Kalau menurut kamu beliefnya “wah, jangan show up, cukup di balik layar aja”. Nah, ini udah menghambat prosesnya perubahan. Karena beliefnya belum selaras.
Kamu nggak akan melakukan apa yang aku sarankan, yakni membangun unique story diri kamu sendiri. Karena udah berbeda beliefnya.
Seperti kata Dewa Eka Prayoga “kalau Anda ingin meniru seseorang, jangan meniru kulitnya. Tapi tirulah beliefnya”.
Menariknya untuk meniru belief seseorang. Bacalah buku, ebook, atau apa pun yang ditulisnya. Karena setiap tulisan yang ditulis olehnya—role model, semua perhatian dan pemikiran tercurahkan dalam tulisan tersebut.
Dulu, aku nggak paham apa yang dimaksud Kang Dewa—begitu sapaan akrabnya. Sekarang aku memahaminya ketika ada kompetitor kang Dewa membuat hal yang sama.
“Apaan tuh, Kadika?”
Membuat perusahaan yang menjual buku edukasi bisnis dengan harga premium (salah satu bisnis kang Dewa menjual buku dengan harga premium), pada akhirnya karena yang ditiru kulitnya aja, ya nggak bertahan lama.
Karena apa…?
Ya, karena beliefnya belum dapet.
Akhir-akhir ini juga aku mulai mengamati bagaimana Penulis di Indonesia bisa sukses. Misal, Raditya Dika.
Kalau seandainya kamu meniru bagaimana Raditya Dika menulis buku, mungkin dicap sebagai followers-nya Radit.
Setidaknya ini yang aku dapatkan ketika menonton video wawancara Helmi Yahya denan Raditya Dika.
“kalau jadi paling pinter, itu udah banyak. Kalau jadi paling beda, itu hanya kita doang”.
Ada lagi kutipan yang menurutku itu beliefnya Radit, “aku harus jadi fans pertama dari apa pun yang aku bikin”.
Kamu bisa merasakan beliefnya seorang Raditya Dika, ‘kan?
Aku rasa, sampe di sini kamu mulai mengangguk-anggukkan kepala, betapa pentingnya hal yang tak terlihat ini adalah penyebab dari belum ada perubahannya dari diri kita.
Apa Hubungannya Belief dengan Perubahan?
“Awalnya dari perasan, menjadi pikiran, lalu ucapan, dan tindakan. Hingga akhirnya itulah yang menjadi nasib.” — Erbe Sentanu, Karakter 360
Perubahan itu berawal dari tindakan dan kalau beliefnya (perasaan dan pikiran) belum selaras, maka tindakan kita akan menjauh dari hal yang kita inginkan.
Gimana, kebayang ya?
“Belum, Kadika, bisa jelasin lebih detail?”
Oke, sebenarnya belief itu keyakinan kita terhadap sesuatu. Kalau kita belief jualan itu susah, maka otak kita akan mencari pembenaran itu.
Tapi, kalau sebaliknya, jualan itu mudah, maka ketika kita melakukan aktivitas jualan, akan excited dan berpontesi menghasilkan penjualan.
Oke, lanjuuut…
Perubahan Terjadi karena Ada Tindakan
“Take Action, Miracle Happen” — Tung Desem Waringin
Seberapa sering kamu mendengar kata-kata itu, kalau TDW lagi ngasih training.
Ya, tindakan pintu gerbang untuk mengubah pengetahuan menuju perubahan. Menjadi lebih baik atau tidak lebih baik.
Namun yang jelas, tindakan yang kita lakukan, ketika hasilnya tak sesuai harapan. Kita bisa ambil pembelajarannya, untuk perbaikan.
Bukankah Albert Einstein pernah berkata “melakukan hal yang sama dan berharap hasil beda, adalah kegilaan”. Wah!
Jadi, kamu mesti melakukan apa yang udah kamu ketahui.
“tapi, kak aku bingung, mulai darimana?”
Ya, aku pun merasakan demikian ketika terlalu banyak baca buku motivasi, malah bingung mesti ngapain.
Kalau kata Aa Gym “mulailah dari hal kecil, mulailah dari diri sendiri, dan mulailah sekarang juga”. Ya, apa pun itu.
“bagaimana menerapkan buku-buku yang aku baca, Kadika?”
Teruslah membaca, ya.
Aku jadi penasaran, apa yang akan kamu rasakan setelah tau ini.
Kalau Nggak Ada “Kendaraan”, Buatlah “Kendaraan” Itu
Aku menyadari apa-apa yang aku baca tidak selalu berhubungan tentang cara sukses. Karena nggak ada buku yang spesifik banget bagaimana meraih kesuksesan.
Karena meraih sukses itu seni, apa yang dibahas dalam buku itu lebih ke melengkapi bekal untuk menemani kita selama di perjalanan menuju sukses.
Kamu sebentar lagi akan tau seperti apa sukses itu.
Setiap buku yang kita baca, membutuhkan “kendaraan” untuk kita terapkan dari pengetahuan yang kita dapatkan. Entah dalam pengembangan diri pribadi atau karier atau bisnis.
Karena buku yang kita baca, ibarat guide dalam “kendaraan” yang kita gunakan saat ini.
Misal, kamu baca buku tentang leadership, tapi kamu mengharapkan perubahan dari buku itu. Nah, mungkin buku itu bakalan dapet banget ketika jadi di pimpinan di perusahaan.
Ini yang terjadi oleh diriku, di tahun 2019, aku diizinkan menjadi Head of Digital Marketing, yang mana aku diberi tanggungjawab untuk memimpin tim.
Aku nggak tau bagaimana cara memimpin tim, akhirnya aku mencari buku yang membahas leadership. Jadi, disesuaikan konteksnya.
Terkadang kita sendiri nggak jelas, ingin perubahan dalam hal apa dulu.
Kita baca buku motivasi, katakanlah bagaimana mengelolah emosi, tapi berharap bisa punya banyak uang. Ya kurang tepat.
Itulah kenapa kamu mesti beresin motif dan tau maunya apa. Kalau ingin punya banyak uang, belajarlah bagaimana uang itu datang.
Misal, jualan.
Dari jualan aja banyak banget yang dibahas. Jualan jasa, jualan produk, bagaimana marketing jasa.
Nah, kalau kamu udah jelas kepengen apa, kamu mesti tau selanjutnya apa yang mesti kamu lakukan. Baca buku, ikut seminar, atau ikut workshop.
Nah, kalau kasusnya kamu nggak ada “kendaraan”, maka kamu sendiri yang mesti buat. Ibarat membangun bisnis pribadi atau professional services. Kamu sendiri yang tau, menarik ‘kan?
Apa Selanjutnya?
Setelah kamu tau maunya apa dan mesti ngapain.
Sekarang kamu perlu menjawab beberapa pertanyaan ini, agar kamu semakin mendapatkan perubahan dari yang kamu harapkan.
#1. Di mana sekarang posisi kamu?
Semakin sadar di mana posisi kamu, semakin mudah kamu beranjak darinya.
#2. Mau Kemana?
Semakin jelas kamu ingin kemana, mudah sekali untuk mencapainya, soal caranya bagaimana itu belakangan. Yang penting tau dulu kemananya.
#3. Siapa Role Modelnya?
Apapun yang kamu ingin tuju, selalu ada orang yang udah mencapainya. Maka, cara tercepatnya adalah dengan menirunya.
Kamu bisa tontoh video IGTV dari Hingdranata Nikolay, Modeling Tanpa Ketemu.
Pilihlah Pembelajaran yang Relevan
Karena kamu udah paham, kalau pembelajaran yang didapatkan dari tiga hal—buku, seminar, dan workshop—Itu adalah bekal. Maka pilihlah pembelajaran yang relevan.
Kalau kamu ingin Menjadi Content Writer, ya, bisa ikut Pelatihan Content Writer.
Kalau kamu ingin menjadi Public Speaker, ya, bisa ikut Pelatihan Public Speaking.
Semakin relevan, semakin kamu mudah mencapainya.
Mengubah Pengetahun Menjadi Pendapatan
Salah satu cara mengubah pengetahuan menjadi penghasilan adalah menuliskannya dengan versi terbaikmu.
Inilah kenapa aku dan tim impactfulwriting.com membuat e-Modul Mengemas Tulisan Jadi Penghasilan.
Kata kuncinya adalah mengemas.
Mungkin kamu udah banyak banget baca buku pengembangan diri (self-improvement), terus bingung gimana sih agar bisa menghasilkan uang (kaya)?
Ya itu, mengubah pengetahuan itu jadi sebuah karya, kamu kemas dengan perspektif kamu.
Ini udah terbukti oleh diriku sendiri.
Nah, inget, beliefnya mesti diselaraskan dulu, agar bisa menghasilkan hasil yang sama.
Okey?
Kaya itu Proses, Sukses itu Definisi
Di awal aku menyinggung, seperti apa sukses itu.
Aku mendapatkan pemahaman ini ketika merenungi, apa yang aku inginkan dan apa yang aku akan lakukan.
Aku menyukai buku-buku, khususnya self-improvement, motivasi, dan yang sejenis lainnya.
Lalu, aku berpikir, kalau sukses itu meraih apa yang kita inginkan dengan berharap kalau sukses mendapatkan kebahagiaan.
Kenapa nggak menyederhakan definisi sukses?
Kalau sukses yang diinginkan adalah perasaan senang, damai, tenang, bahagia, dan puas.
Nah, timbullah kata-kata ini “kaya itu proses, sukses itu definisi”. Karena menghasilkan kekayaan itu butuh ilmunya, butuh proses yang tak instan.
Kalau sukses mah sesederhana definisi kita.
Hanya aja yang terjadi di luar sana, terlalu rumit membuat syarat untuk sukses (merasa bahagia). So, sederhanakan dan bahagia sekarang juga.
Sejujurnya yang kita inginkan perubahan secara finansial.
Perubahan finansial bisa terjadi ketika kita melalukan proses, juga menyelaraskan belief kita dengan orang-orang yang udah lebih dulu mencapainya.
Kalau definisi sukses aku “udah bisa bernafas setiap pagi juga udah sukses, udah bahagia”. Cuman sekarang lagi otw kaya.
Bahkan aku suka guyon kalau seandainya dalam reunian, ada teman yang berkata “weh, udah sukses nih?”.
Aku akan menjawab “sukses sih udah, cuman lagi otw kaya”. Wkwk. Dan tentu saja kaya di sini juga relatif, tergantung definisi yang kita tetapkan. ?
Apakah kamu bisa membayangkan? Seperti apa definisi suksesmu? Dan berapa angka cukupmu?
Sampai jumpa di tulisan berikutnya.
Kereeeen abis nih tulisannya Kadika…, inspiratif dan nendang banget. Gue jadi kesindir nih…, tapi jadi cambuk untuk take action lebih banyak lagi dan beliefnya harus selaras dgn pemberi materi. Karena memang sejatinya Buku, Seminar dan Workshop itu hanya lah alat bantu untuk mempercepat solusi itu hadir untuk meraih sukses. Jika tidak ada perubahan setelah baca buku, ikut seminar dan ikut workshop, salah satu penyebabnya karena beliefnya masih belum selaras dengan pemberi materi.
Terima kasih Kadika… as a Impactful Writer. Terus lah berkarya…menginspirasi banyak orang, salam sukses selalu…