Komunikasi adalah ‘Mata Uang’ dalam Relasi?

K

“komunikasi adalah ‘mata uang’ dalam relasi. Interaksi adalah cara menambah jumlah saldonya”

Dulu waktu kecil (lebih tepatnya SD) aku masih ingat sekali dikatai “bawel” dan itu cukup sakit hati. “Emang ngapa si?”.

Setelah kuketahui kalau aku memiliki kepribadian sanguinis, dimana ya sanguinis itu nggak ingin terlihat diam dan murung. Inginnya ceria dan gembira. Maunya ngobrol terus. Hehe.

Rasanya tuh nggak nyaman aja kalau diem-dieman. Aku melatih komunikasi ini ketika masih SMA. Aku kalau pulang sekolah itu jalan kaki.

Aku punya tetangga yang satu sekolah, kami kalau pulang pasti bareng. Walau pun nggak sering. Orangnya pendiem, yaudah aku ajak ngobrol aja. haha. Btw, tetangga satu sekolah ini laki-laki, ya.

Juga, sampe ada yang biasa pulang bareng temennya, ketika tau aku pulang jalan kaki. Dia mau bareng dong. Njir, lama-lama malah jadian. Wkwk. Duh, jadi kangen masa SMA.

Emang yah, kalau udah sering komunikasi itu menimbulkan perasaan nyaman. Haha. Begitu juga ketika zaman kuliah, aku kalau naek angkot selalu di depan. Karena aku ingin berinteraksi dengan supir angkotnya.

Eits, jangan bayangin kadika taken sama supir angkot lho ya. Awas lho. ?

Sederhana sih motif Kadika, ketika ada sesuatu di perjalanan. Kadika hafal banget nih supir angkotnya. Bahkan, ketika buka pintu dan nggak ngeh siapa supirnya. Supirnya sendiri yang negor.

“eh, bang, tumben siang”.

“iya bang. Lagi pengen santai, lagi pula masuknya agak siang ini”.

Jadi, kalau kita mau melatih komunikasi kita jangan liat siapa. yang penting nyambung, lakukan saja. Bagi Kadika itu menyenangkan.

Setiap Peristiwa itu Netral, Kitalah yang Memberi Makna

Makna lain aku nggak bisa diem adalah pribadi yang mahir berkomunikasi. Tidak ada masalah bagiku untuk berkomunikasi dengan guru atau dosen.

Makanya aku melihat mereka yang canggung dan malu ketemu guru atau dosen, agak aneh. “lah, ngapa, si?”.

Itulah kenapa mudah bagiku untuk dekat dengan guru atau dosen atau orang yang lebih dewasa di atasku.

Mungkin dulu aku jadi sakit hati ketika dikatai “lemes”, “bawel”, dsb. Karena aku menanggap sebutan itu, sesuatu yang negatif dan tidak pantas. Makanya nggak nyaman.

Kalau dalam ilmu pengembangan diri, itu namanya labeling. Tapi aku sudah selesai dengan diriku sendiri. Mereka mau bilang aku gimana bodoamat.

Itulah kenapa aku memilih menulis ketimbang mendalami public speaking. Lewat menulis aku bisa lebih bebas dan lepas untuk menyampaikan apa yang aku ingin sampaikan.

Menulis adalah cara lain berbicara untuk didengar. Ya, itu tadi aku kan orangnya suka bercerita, suka ngobrol. Daripada nggak tersalurkan, yaudah aku nulis aja.

Waktu aku masih sekolah Aliyah (SMA), yang suka baca buku bisa dihitung jari. Apa lagi buku tentang pengembangan diri, dikit banget yang mau baca atau minimal kepo.

Nah, aku memutuskan untuk membuat blog bukan sekadar gaul yang isinya aku bercerita bagaimana menerapkan teknik NLP dalam persoalan sehari-hari.

Misalnya aja sakit hati ketika SMS dibales singkat oleh pacar. Tapi dengan teknik NLP yang namanya reframing, nggak perlu lagi sakit hati.

Oh ya, buku itu bisa kamu beli di Google Playbooks. Iklan dikit lah ya. Wkwk. Yah, dulu mah masih zaman SMS bukan WA-an. Karena paket data masih tinggi harganya, ditambah belum ada 4G. Huft.

Ya, itu bukan sekadar asumsi tapi pengalaman. Karena pernah baca bukunya, jadi ya bisa mengatasi masalah.

Aku banyak membaca buku pengembangan diri, untuk memperkaya diri dengan berbagai macam ‘tools’, agar aku mudah menghadapi diriku sendiri.

Ya, memang aku juga membagikannya lagi sebagai caraku belajar. Karena apa yang aku bagikan, itu lebih melekat dalam diriku.

Mengenal Diri adalah Kunci

Dari tes kepribadian MBTI, DISC, hingga STIFIn yang berbasis sidik jari itu aku pelajari dan dalami. Bukan untuk apa-apa, aku ingin memahami diriku seperti apa dan mesti bagaimana.

Semakin aku memahami diriku sendiri, semakin mudah bagiku mengendalikan makna-makna yang tak tepat.

Dan semakin menyadari aku tuh mesti ngapain aja sih, aku tuh punya kelebihan apa sejak lahir. Apa yang mesti aku tingkatkan dan kembangkan.

Hot Button adalah Kunci Menambah Saldo

Tak banyak orang yang menyadari kalau dalam percakapan itu ada cara agar kita semakin melekat dengan lawan bicara kita, alias antusias dengan obrolan kita.

Apa itu? Sentuhlah hot buttonnya. Kurang lebih hot button itu sesuatu yang paling diminati lawan bicara kita.

Misalnya aja, kalau kamu berbicara denganku, hot buttonku adalah buku. Kalau kamu berbicara tentang buku, wah kita akan berbicara kemana-mana.

Makanya aku suka sekali diskusi tentang buku dengan kakak-ku yang lebih dulu suka buku dibandingkan aku.

Kalau kata temanku “kamu bisa masuk ke dunia mereka, tapi mereka nggak bisa masuk duniamu”. Yah memang kalau mereka sadar atau kenal aku pasti mereka akan menyentuh hot buttonku.

Tapi sayangnya nggak semua tau apa hot buttonku, hahaha. Mudah bagiku, ketika aku bertemu seseorang yang pernah kukenal sebelumnya.

Biasanya udah saling follow. Aku lihat isi-isi kontennya, “oh dia suka ini”. Yaudah nanti ketika ketemu aku akan sentuh sedikit topik itu.

Ini berlaku untuk berkomunikasi dengan siapa pun, ya? Nggak terbatas dengan lawan jenis. Hehe.

Cuman kalau kita baru kenal seseorang, ciri-ciri tersentuh hot buttonnya adalah mereka mau berbicara lebih banyak tentang topik itu.

Tiba-tiba mereka mau bercerita lebih banyak, atau auto curhat. Hahaha. Karena aku pernah menghadapi seseorang yang tak banyak bicara, cuek lah ya.

Ketika aku telusuri hot buttonnya apa, dia langsung bercerita lebih banyak tentang itu. Wuidih, ternyata ini hut buttonnya.

Ya, aku simak dengan penuh perhatian dong. Karena menyimak dengan penuh perhatian adalah kunci menguasai topik pembicaraan.

“lho, kok kita nggak banyak bicara?”

Justru kita banyak mendengar mereka, ketika mereka selesai bicara. Kita berikan feedback atas apa yang sudah mereka ceritakan.

Interaksi = Transaksi

Pernah nggak ngeluh karena ada seorang teman atau siapa pun tiba-tiba membutuhkan bantuan, entah itu bentuknya materi atau yang lain.

“dih, kemana aja. butuhnya doang ke sini!”

Lagi, lagi, soal komunikasi. Faktor kedekatan itu menentukan orang itu mau bantu kita atau nggak. Ya, meski bantuin orang lain mah nggak pandang seperti itu, ya.

Nggak mudah emang, tapi Dia menjanjikan kebaikan yang besar ketika kita melakukan sesuatu yang berat untuk dilakukan.

Memang minjemin uang ke orang yang jarang komunikasi itu bakalan berat, karena nggak ada tabungan perasaan. Inget kan? Interaksi adalah cara menambah saldonya.

Orang ngomongin kejelekan kita di belakang, boleh jadi karena nggak kenal kita aja. Atau memang punya kepribadian ganda. Haha.

Begitu juga dalam dunia pemasaran, pentingnya kita menjalin hubungan dengan audiens. Karena dengan adanya interaksi kita membangun kepercayaan publik juga.

Ya, awalnya kuketahui dari kang Dewa, kalau mau memperbesar transaksi, besarkan juga interaksinya. Sapa audiens, balas komennya.

Inget, ya. Tulus menjalin relasi. Nggak ada kepentingan, soal mereka mau beli atau nggak itu urusan mereka. Yang penting kita fokus membuat konten yang diinginkan audiens.

Dan menariknya komunikasi itu sifatnya transaksional. Begitu yang kadika dapatkan di kelas. Jadi, ketika kita menjalin relasi dalam konteks bisnis. Ya, kita ada yang ingin ‘dijual’, entah bentuknya kerjasama atau mengikuti kemauan kita.

Kesimpulan

Yah, pada intinya adalah luruskan niat hanya ingin menjalin relasi, niat membantu orang lain. Memperluas jaringan untuk silaturahim.

Niatkan mengasah skill komunikasi untuk menambah value diri. So, luaskan wawasan dengan memperbanyak bahan bacaan, agar obrolan tak sekadar candaan. Oke? 😀

NB: Dan tulisan ini tanpa kamu sadari, adalah bentuk ceritaku yang kurasakan. 😀

Photo by Kate Kalvach on Unsplash

About the author

Dwi Andika Pratama

Founder ImpactfulWriting.com | Professional Impactful Writer | Mentor at CertifiedImpactfulWriter.com

2 comments

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Komunikasi adalah salah satu yang ditakutkan oleh orang yang memiliki kepribadian introvert. Setelah baca artikel ini, saya ingin belajar dalam komunikasi. Bukan kekurangan taoi harus banyak belajar agar berani berkormunikasi. Thank you.

  • Menulis adalah salah satu cara berkomunikasi yang baik, aku setuju banget.
    Aku dulu adalah orang yang suka banget berbicara, bahkan teman-teman dikelas menyebutku juru bicara mereka, karena saking intens nya aku berkomunikasi dan bernegosiasi tentang perkuliahan. Karena sering ikut lomba karya tulis, aku juga dituntut untuk mahir berkomunikasi.
    Tapi entah kenapa, akhir-akhir ini aku lebih suka berkomunikasi dengan orang lain lewat tulisan, lebih-lebih saat ingin menceritakan pengalaman atau mengemukakan pendapat. Aku lebih prefer menulis daripada berbicara. Makanya aku beralih ke blog bukan ke youtube, hihihi.

Penulis Blog Ini

Dwi Andika Pratama sapaan akrabnya Kadika. blogger sejak 2012. Menjuarai lebih dari 10x Kompetisi Blog. Penikmat Buku Pengembangan Diri dan Marketing. selengkapnya…

Paling Dicari

Kategori

Part of BloggerHub.id

I’M Certified Impactful Writer

I'M Certified Impactful Writer Certified Impactful Writer
error: Content is protected!

Eksplorasi konten lain dari Dwi Andika Pratama

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca