Selamat pagi kawan, sudah olahragakah? Saya sudah dong, hehe. Biar sehat selalu, insyaAllah. Sebenarnya cerita ini terjadinya kemarin, namun semalam tidak sempat ngetik karena kelelahan, hehe. Makanya pulang olahraga saya menyempatkan mengetik ini.
Niatnya kemarin itu tidak ingin pergi ke IBF (Islamic Book Fair), namun teman saya mengajak ke sana. Apa daya, saya ingin membantu beliau mencari buku referensi. Sekalian cari buku titipan babeh, hehe. Lumayan ada sisi dibeliin buku.
Hal biasa yang saya lakukan sebelum berangkat ke mana pun, saya rutinkan Dluha. Setelah saya shalat dluha, saya minta saya Allah “Ya Allah hari ini mau ke ibf, niatku untuk ibadah dan mencari ilmu. Berikan buku yang inspiratif Ya Allah” begitulah persisnya.
Meskipun teman saya yang mengajak ke IBF, saya malah yang antusias. Saya bisa beralasan untuk pamit ke ibu saya. Karena sebelumnya saya sudah dua kali balik ke IBF :D.
Entahlah rasanya ingin segera sampai di istora. Tidak biasanya saya mempercepat jalan saya. Mungkin salah satu faktornya teman saya tidak bisa sampai sore di IBF, karena ada jadwal kuliah.
Sesampainya di sana. Saya masih belom konek, karena capek. Lumayan kan jalan kaki dari stasiun palmerah, ke istora. Hehe *curhat*. oke istirahat sejenak di panggung utama. Saya merasa ada yang beda hari itu. Ternyata ada acara launching buku A Tribute buku baru dari Kek Jamil Azzaini.
Saya sampai di panggung utama jam 10:30 pas sekali acara itu mau dimulai. “ah betapa beruntungnya diriku” gumam hati saya. Tak lama kek Jamil Azzaini keluar. Dan memberikan inspirasi. Jujur saja mata saya berkaca kaca (0.0). tapi karena tujuan saya yang pertama membantu mencarikan buku referensi teman saya. Saya dengan berat hari mengakhiri menyaksikan acara kek Jamil Azzaini. Jam 11:00, saya mulai keliling.
Sampailah saya di stand Mizan, penerbit buku yang menerbitkan buku A Tribute. Sebenarnya saya belum ada niat untuk membelinya, namun setelah liat kek Jamil Azzaini menyampaikan buku itu. Saya mencoba untuk membuka hati, dan mulai memindai buku itu. Isinya oke, muantep. Hehe. Namun hati saya berkata “nanti aja deh belinya, di gramedia”. Mungkin tujuan positif self–talks seperti itu, agar saya bisa berhemat untuk membeli buku yang lainnya. Hehe.
Oke, saya berkeliling lagi. Entah kenapa setelah saya mengantar teman saya pulang. Saya ingin kembali lagi ke panggung utama. Entahlah, mungkin hanya sekedar istirahat. Karena saya bawa makanan dari rumah. Alias numpang makan di tribun. 😀
Karena acara launching kek Jamil Azzaini selesai. Makanya saya duduk di tribun paling atas, hehe. *kek anak ilang*. Sendirian saja saya di sana. Nah, saya mendengar protokol menyampaikan “silahkan yang ingin minta tanda tangan dan foto bersama Pak Jamil Azzaini di sebelah sini *sambil menunjukan tempatnyanya*”.
Di situ saya terdiam, dan akhirnya langsung bergerak dari tribun atas menuju panggung. “saya pasti sukses, pasti sukses, pasti sukses” mengapa saya berafirmasi seperti itu? Karena kondisi itu akan cepat masuk ke alam bawah sadar. Secara tubuh saya dilanda perasaan tidak karuan, setengah senang, setengah tak menyangka. Yang selama ini publicfigure saya idolakan. Saya bisa bertemu langsung dan bersalaman. Maklum STIFIn saya Thinking, saya cepat masuk sugesti oleh public figure. Karena jujur saya semenjak saya baca buku ON, saya memutuskan untuk jadi Trainer saat itu saya masih kelas 11 atau 2 MAN (setara SMA).
Akhirnya saya langsung membeli buku A Tribute, bukan sekedar ingin minta tanda tangan dan foto bareng juga. Tapi moment ini setahun sekali pun tak akan terulang, moment berharga bagi saya. Akhirnya saya mengantri. Namun ada masalah kecil, karena sendirian saja “Siapa yang motoin?” begitulah hati saya bergumam. Ketika menoleh ke belakang ada laki – laki, langsung saja saya minta tolong “mas nanti saya minta tolong fotoin saya yak? Nanti gantian oke?” dia mengiyakan. Alhamdulillah.
Mau nangis itu dalam hati, “Ya Allah makasih bangeeeet. I will remember it”. Setelah buku saya ditanda tangani dan foto bareng. Saya istirahat sejenak, lalu pergi keluar untuk melaksanakan shalat dzuhur.
Sebenarnya yang paling menyentuh hati saya, kek Jamil Azzaini cerita tentang Tenzing Norgay. “siapa tenzing norgay Anda?” saya langung inget kedua orangtua saya. Mau nangis kenceng tapi malu, hehe. Sempat ngalir juga air mata saya. :’(
Intinya ketika hatimu berbicara, dengarkanlah dan lakukanlah. Terima kasih semuanya :D[]