Menulis bisa membawa kebahagiaan tersendiri.
Bukan apa-apa. Menulis itu dapet dua kebahagiaan. Dari dalam dan luar.
Dari dalam itu sendiri. Kita udah ngerasa bebas, bahagia, dan damai saat menulis.
Apalagi kalau nulisnya bener bener jujur.
Kebahagiaan dari luar datang dari mereka para pembaca yang merespon positif tulisan kita.
Iya?
Terkadang… Kita diganggu oleh suara suara yang melemahkan.
“Ah ngapain nulis tentang motivasi. Lu sendiri aja suka angin anginan kan?”
“Ah ngapain lu nulis tentang psikologi. Emang hidup lu udah bener?”
Emang ada beberapa tujuan kita menulis.
Seperti sharing ilmu, informasi terbaru, keahlian yang patut dikuasai, dsb.
Kadang ada bagian diri kita mikirnya gitu.
Aku menyebutnya “diri yang sempurna”.
Bagian diri kita kepengen bisa melakukan sesuatu itu mesti sempurna.
Ternyata eh ternyata…
Di balik itu ada alasan kenapa diri kita kepengen ngelakuin hal dengan sempurna.
Salah satunya melindungi diri dari ‘rasa sakit’.
Misal nih:
“Ah gimana sih. Jelek gini hasil kerjanya”
Takut dicemooh karena gak becus.
“Ah gimana sih. Kayak yang udah ahli aja ngomong gitu”
Takut dianggap sok bisa.
See. Pahami dulu di balik suara yang mengganggu itu.?
Nulis? Ya Nulis Aja!
“dilakukan lebih awal lebih baik daripada dilakukan dengan sempurna”
Kutipan itu muncul gitu aja ketika rekanku mengirimkan sebuah logo StartUP yang sedang digarap oleh 2 rekanku dan 1 dosenku.
Dia bilang. Nanti ada revisi. Aku hanya membalas dengan kutipan itu. ?
Tulisan pun begitu. Nulis, ya nulis aja! Selain ngisi blog post di blog ini agar selalu update.
Terlepas kamu mau baca atau gak. Mau terinspirasi atau gak. Dan tergerak melakukan atau gak.
Yang penting aku udah nulis. Karena nulis juga bagian untuk mengingat, menasihati diri sendiri..
Jadi gak mesti sempurna buat nulis. Memulai lebih baik. Kan ada sesi revisi kalau mau tulisan kita jadi lebih bagus.
Woke? ?
(Tulisan pertama yang ku tulis di perjalanan menuju kampus)
See You The Next Post!